Translate

20090930

MENJADI SESAMA BAGI YANG MENDERITA

Lukas 10: 25-37

· Ada seorang bijak yg (Mahatma Gandhi) sangat mengagumi Yesus dan sangat tertarik dengan ajaran-ajaran-Nya. Tetapi ketika orang bijak ini datang ke sebuah gereja, ia sangat kecewa melihat sikap hidup orang-orang Kristen yang sangat bertolak belakang dengan ajran Yesus. Dalam kekecewaannya ia berkata demikian: “Saya tidak akan menjadi Kristen, sebelum saya melihat hidup orang Kristen kelihatan lebih selamat dari pada saya.”

· Dengan perkataan lain orang bijak ini berkata, jika kita adalah orang yang telah diselamatkan atau memperoleh hidup yang kekal, tunjukkanlah atau buktikanlah hal itu dalam sikap hidup kita, perkataan dan perbuatan kita. Jika kita anak Raja hiduplah sebgai anak Raja, jika anak Allah hiduplah sebagai anak Allah, bukan sebagai pendusta atau anak durhaka.

· Melalui Perumpamaan Orang Samaria Yang Murah Hati ini, Tuhan Yesus hendak mengajar kita tentang Keselamatan atau Hidup Kekal dan hubungannya dengan sikap hidup dan perbutan kita terhadap sesama manusia.

· Perumpamaan ini ditujukan kepada orang-orang yang merasa puas dan bangga karena telah beribadah secara seremonial (upcara) tetapi tidak berbuat apa-apa setelah pulang dari upacara ibadah itu.




· Munculnya perumpamaan ini, berawal dari pertanyaan seorang ahli Taurat yang ingin mencobai Yesus, dengan mengecek ajaran-Nya tentang cara memperoleh hidup yang kekal dan siapa itu sesama manusia.

· Ahli Taurat itu bertanya: tentang apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus tidak menjawabnya tetapi ia hanya mengingatkan akan apa yang ia sudah tahu yang ada dalam hukum Taurat. Dan ia menjawab tentang hukum kasih, yaitu kasih kepada Allah (Ulangan 6:5) dan kasih kepada sesama manusia (Imamat 19:18).

· Kata Yesus, jawabmu itu benar pergilah dan perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup. Di sini Yesus hendak menekankan bahwa HIDUP KEKAL dapat diperoleh bukan dengan PENGETAHUAN Taurat, atau ayat-ayat Alkitab, atau pengetahuan tentang kasih kepada Allah dan sesama melainkan dengan BERBUAT KASIH.

· Tampaknya ahli Taurat itu setuju dengan apa yang dikatakan Yesus untuk memperoleh hidup yang kekal yaitu dengan mengasihi Allah. Tetapi ALLAH itu tidak kelihatan, karena itu untuk mengasihi ALLAH harus ada wujudnya, dan wujud mengasihi ALLAH itu adalah dengan MENGASIHI SESAMA. Karena itu ahli Taurat ini tidak lagi mempertanyakan bagaimana mengasihi Allah tetapi bagaimana mengasihi sesama, terutama soal: “siapakah sesamaku manusia itu”.

· Orang Yahudi umumnya memahami bahwa SESAMA MANUSIA adalah saudara sebangsa, sesama orang yahudi, atau orang bangsa lain yang memeluk agama yahudi, sedangkan di luar itu adalah orang kafir atau bukan sesama, karena itu mereka tidak perlu dikasihi. Karena bagi mereka menolong orang kafir adalah setuju dan membiarkan kekafiran ada di dunia ini. Misalkan saja: mereka dilarang menolong orang kafir yang menderita melahirkan, karena dengan menolongnya berarti mereka menyebabkan datangnya seorang kafir baru ke dunia ini. Dan itu merupakan suatu kejahatan bagi mereka.

· Ahli Taurat itu mungkin merasa bahwa KONSEPNYA/PEMAHAMANNYA tentana sesama manusia itu, itulah yang benar. Karena itu ia bertanya untuk MEMBENARKAN dirinya: “Siapakah sesamaku manusia?”

· Dalam konteks inilah Yesus menceritakan perumpamaan ini kata-Nya: “ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yeriko (berjarak kira-kira 27 Km. Dan merupakan jalan yang menurun, karena Yerusalem letaknya lebih tinggi dari Yeriko). Pada abad kelima jalan ini disebut “jalan Merah atau jalan darah” dan abd ke-19 untuk melewati jalan ini orang harus membayar upeti kepada SHEIK setempat untuk keamanan dirinya.

· Dikatakan: orang yang lewat itu dirampok habis-habisan dan HAMPIR MATI. Tidak lama kemudian seorang imam turun dari Yerusalem melewati jalan itu (mungkin ia telah memimpin ibadah di Yerusalem dan hendak pulang ke Yeriko, karena Yeriko adalah kota di mana para imam banyak bermukim). Imam itu melihat orang yang hampir mati itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Mengapa ?

· Mungkin imam itu berpikir bahwa orang itu sudah mati, sedangkan jika ia menyentuh mayat, maka ia akan najis selama 7 hari dan ia kehilangan haknya untuk memimpin upacara berikutnya di bait Allah, sehingga dari pada ia kena najis lebih baik ia lewat saja.

· Kemudian orang Lewi lewat juga di situ dan melihat orang itu tapi ia pun melewatinya dari seberang jalan. Karena orang Lewi berprinsip: yang penting adalah keselamatan diri. Ia takut kalau orang yang hampir mati itu adalah seorang gerombolan penjahat yang berpura-pura, jadi kalau ia menolongnya maka ialah yang akan dirampok, sehingga dari pada ia membahayakan diri sendiri, lebih baik lewat saja.

· Dari sini kita bisa menarik sebuah pelajaran: Imam dan Orang Lewi itu dikatakan berjalan turun, berarti dari Yerusalem menuju ke Yeriko. Dan ini berarti mereka baru saja mengikuti Ibadah di Bait Allah, mereka melayani di Bait Allah, mereka mungkin berkotbah atau mendengarkan kotbah dsb. Tetapi setelah mereka pulang dari Ibadah/Bait Allah/Gereja apa yang mereka lakukan…….?

· Bagi mereka yang penting adalah Ibadah di gereja atau melayani di gereja saja, atau mendengar Firman Tuhan di gereja dan itu bagi mereka sudah cukup untuk mendapat keselamatan, sekalipun mereka tidak berbuat atau tidak melakukan apa yang didapat dari gereja yaitu firman Tuhan.

· Melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus hendak menekankan bahwa Ibadah itu memang penting……, tetapi hal yang sangat penting yang tidak boleh terpisah dari Ibadah adalah APA YANG KITA LAKUKAN SETELAH IBADAH ITU ! Karena ibadah secara UPACARA atau SEREMONIAL saja adalah Nol Besar, jika kita tidak melakukan Firman setelah ibadah itu.

· Lalu datanglah ORANG SAMARIA melewati jalan itu. Orang Samaria adalah orang yang dianggap hina secara teologis atau agama oleh orang Yahudi karena mereka tidak hidup menurut aturan agama Yahudi, secara budaya ia kawin Campur dengan bangsa lain, karena itu orang Yahudi menganggap hina mereka dan tidak bergaul dengan mereka.

· Tetapi di luar dugaan para pendengar perumpamaan itu, Yesus katakan: ketika ia (orang Samaria itu) melihat orang yang sekarat dan hampir mati, lalu TERGERAKLAH HATINYA OLEH BELAS KASIHAN, lalu ia menolong orang itu sampai tuntas.

· Sampai di sini perumpamaan itu berakhir. Dan Yesus mengoreksi pertanyaan ahli Taurat tentang : “Siapakah sesamaku manusia?” Karena dengan pertanyaan ini kita bisa memilih siapa saja sesama kita, yaitu yang cocok dengan kita, yang sepaham dengan kita, hanya saudara sekandung atau saudara segereja saja atau yang seagama saja, bisa sesama suku, bisa sesama orang yang kaya, sesama yang pandai, dsb.

· Dan hal ini di satu sisi memang mengasihi sesama tetapi di sisi lain membenci sesama yang lain, bahkan menimbulkan tembok-tembok pemisah dan fanatisme yang sempit. Yang hanya memperjuangkan kebahagiaan/kebaikan kelompoknya sekalipun dengan cara membuat sesama yang lain menderita bahkan mati menjadi korban. Bukankah ini yang terjadi di negara kita sekarang…..? Perang suku, ras dan antar golongan bahkan menjurus pada perang agama dibeberapa daerah. Semua ini disebabkan karena pemahaman yang sempit tentang SIAPAKAH SESAMAKU MANUSIA.

· Karena itu Yesus tidak menjawab pertanyaan ahli Taurat itu yang mempertanyakan “Siapakah sesamaku manusia” tetapi melalui perumpamaan itu Yesus balik bertanya kepadanya, “Siapakah diantara ketiga orang ini, ….adalah sesama manusia dari orang jatuh ke tangan penyamun itu?”

· Yang terpenting menurut Yesus bukanlah bertanya secara teoritis:”Siapakah sesamaku manusia” tetapi berbuatlah secara praktis sebagai SESAMA MANUSIA BAGI MEREKA YANG MENDERITA dan membutuhkan pertolongan.

· Jadi dalam MENGASIHI SESAMA, tekanannya bukan KITA MEMILIH SIAPA SESAMA KITA…, tetapi terletak pada kehendak atau kemauan kita, yaitu MAUKAH KITA MENJDADI SESAMA BAGI ORANG YANG MENDERITA. Karena yang paling membutuhkan sesama dalam hidup ini adalah orang-orang yang demikian, karena jarang orang mau menemani orang yang menderita. Tetapi untuk orang yang kaya, sukses, pandai dsb. banyak orang akan datang menemani Dan menjadi sesamanya.


PENERAPAN
· Kita sering mendengar bahwa keselamatan dan hidup yang kekal adalah karena iman. Tetapi dari firman ini kita tahu bahwa iman itu bukan sekedar pengetahuan dan perasaan. Mengetahui ayat-ayat Alkitab dan merasa telah hidup benar, BELUM TENTU Saudara BERIMAN. Karena iman itu menyangkut seluruh aspek kehidupan kita terutama PERBUTAN kita yang penuh kasih terhadap sesama , yang dilakukan kapan pun, di mana pun dan terhadap siapa pun.

· Beribadah secara seremonial itu penting dan mempunyai prinsip hidup itu pun baik, tetapi MENGASIHI SESAMA dalam praktek adalah hal penting yang tidak boleh terpisah dari ibadah seremonial yang kita lakukan.

· Untuk MENGASIHI SESAMA dibutuhkan keberanian dan pengorbanan. Mungkin kita harus mengorbankan prinsip hidup kita yang egois, mungkin harta, mungkin waktu, tenaga dsb. karena itu dalam mengasihi sesama jangan bertanya SIAPA sesama kita yang harus kita kasihi, tetapi MAUKAH kita menjadi sesama bagi mereka yang menderita dan membutuhkan pertolongan.

· Inilah cara memperoleh hidup yang kekal, yaitu mengasihi Allah dengan segenap aspek hidup kita. Dan bukti mengasihi Allah adalah dengan mengasihi sesama dan menjadi sesama bagi mereka yang menderita, siapapun mereka: baik seiman atau pun tidak, mereka mungkin ada di dalam keluarga kita atau di luar keluarga kita, di dalam gereja atau di luar gereja kita, mereka bisa ada di mana saja tetapi YANG JELAS mereka ada disekitar kita .

· Maukah Saudara memperoleh hidup yang kekal ? PERGILAH DAN PERBUATLAH seperti orang Samaria itu, menjadi sesama bagi orang yang menderita MAKA KAMU AKAN HIDUP ! A M I N !


Handri Rusli, 04032001 (GKB, Ibadah I, II, dan III)