Translate

20100204

TETAP BERTUMBUH DI TENGAH TANTANGAN ZAMAN


Oleh: Handri Rusli

 
Matius 13:24-30 

Ketika manusia melihat kenyataan KAJAHATAN di dunia ini yang semakin hebat. Dan kenyataan penderitaan orang-orang tak bersalah. Sebuah pertanyaan klasik sering muncul  mempertanyakan tentang apa peran yang Ilahi dalam peristiwa yang dialami umat manusia, pertanyaan itu ialah:
·         Jika Allah ada, mengapa Allah membiarkan kejahatan di dunia ini terus ada?
·         Mengapa Allah diam saja ketika banyak orang tak bersalah dianiaya oleh orang jahat/fasik?
Pertanyaan sejenis ini selalu dipertanyakan orang dari dulu sampai sekarang:

-          Pemazmur pernah berkata: “Mengapa Engkau Berdiri jauh-jauh ya Allah?
-          Orang Yahudi pada jaman Hitler berkata: ‘Dimanakah Allah? Mengapa Allah diam saja ketika sang  Hitler membunuh orang-orang Yahudi?
-          Dan mungkin ketika peledakan menara kembar di New York, beberapa waktu lalu pun, banyak orang bertanya: “Mengapa Allah membiarkan hal ini terjadi?”

Kejahatan terus berkembang bukan saja secara kuantitas; jumlahnya semakin banyak, jangkauannya semakin luas (mendunia) dan semakin detil sehingga ada dalam setiap segi kehidupan manusia, termasuk hal yang dianggap paling suci sekalipin yaitu agama/gereja. Contoh: banyak orang yang menganiaya/membunuh sesamanya dengan atas nama agama/gereja.

Tetapi juga secara KUALITAS, kejahatannya semakin canggih, semakin kejam dan semakin banyak menelan korbannya, seperti serangan terorisme di New York, sekali pukul ribuan orang meninggal.

Mengapa Tuhan membiarkan kejahatan terus ada di dunia ini? Dan bagaimana Firman Tuhan menjawab hal  ini?



            Pertanyaan tetang mengapa kejahatan terus ada di dunia ini, dan mengapa Allah seolah-olah diam saja dengan apa yang terjadi, juga merupakan bagian pergumulan dan pertanyaan orang-orang Yahudi pada zaman Yesus.

Namun di tengah-tengah pergumulan mereka, mereka percaya bahwa bila Mesias datang atau bila pemerintahan Allah berlaku maka Allah akan menyingkirkan orang-orang fasik dengan segala kejahatannya dari kehidupan orang-orang yang baik. Hal ini didasarkan pada:
-          Yesaya 11:4, yg mengatakan bahwa: Mesias itu akan menghajar bumi dengan perkataan-Nya seperti dengan tongkat dan dengan nafas mulut-Nya Ia akan membunuh orang fasik”
-          Yohanes pembaptis juga mengatakan, bahwa jika Allah memerintah maka Ia akan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, dan debu jerami akan dibakar-Nya
“Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Mat.3:10,12)

Itulah keyakinan mereka; jika Allah memerintah, Ia akan memisahkan orang-orang baik dengan orang-orang jahat.

Namun ternyata ketika Yesus datang dan memproklamirkan bahwa Kerajaan Allah telah datang, mereka tidak melihat Yesus menghakimi atau menyingkirkan orang-orang jahat/ orang-orang yang menindas mereka dari antara mereka.
Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa jika Yesus tidak menyingkirkan orang fasik dari antara orang percaya maka Yesus bukanlah Mesias.

Untuk menjelaskan hal ini, Yesus menceritakan perumpamaan yang kita baca dalam Matius 13:24-30.

Kata-Nya, “Hal Kerajaan Sorga/Allah seumpama….” Apa itu Kerajaan Allah/Sorga?
*Kerajaan Allah ini, tidak bicara soal tempa/ ruang dan waktu,  tetapi soal suasana yaitu soal suasana pemerintahan Allah yang berlaku dalam diri setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Jadi Kerajaan Allah ini menembus ruang dan waktu, artinya: Dimana saja; baik di dunia ini atau di dunia yang akan datang, dan di sepanjang waktu; baik sewaktu di dunia ini maupun di waktu kekekalan nanti, jika kita percaya kepada Allah dan menjadikan-Nya Raja yang memerintah hidup kita, maka kerajaan Allah berlaku pada kita.

*Perumpamaan ini diambil dari bidang pertanian, dan istilah yang dipakai oleh Yesus bukanlah hal yang asing bagi orang di Galilea pada zaman itu.
·         mereka mengetahui ada semacam lalang (ilmiahnya: lolium temulentum) yang daunnya hampir sama dengan daun gandum, tetapi bulirnya sangat berbeda dengan gandum. Itulah sebabnya ketika gandum dan lalang itu mulai berbulir, maka setiap orang dengan mudah dapat membedakannya.

·         Lolium itu dianggap musuh oleh petani karena bulirnya beracun, sehingga bila ada bulirnya yang tercampur dengan gandum dan dimakan orang, maka bisa berakibat pusing, pingsan dan mati, tergantung kadarnya.

·         Ceritanya: ada seorang tuan menaburkan benih gandum yang baik di ladangnya. Ketika ia tidur, musuhnya menaburkan benih lalang. Ketika gandum dan lalang itu tumbuh dan mulai berbuah, tampaklah bahwa ada lalang di antara gandum itu.

·         Ketika para hamba tuan itu hendak mencabut lalang-lalang itu, tuan itu melarangnya dengan alasan gandum itu juga bisa tercabut, karena akar lalang dan gandum itu sudah saling menjalin. Cara terbaik untuk menyingkirkan lalang itu ialah tunggu sampai pada musim menuai, mereka akan dipisahkan; gandum dimasukan ke lumbung, sedangkan lalang akan dibakar dalam api.

·         Arti perumpamaan ini terdapat pada Matius 13:36-43, Tuan=Yesus, musuh=iblis, gandum=orang percaya, lalang=anak sijahat, ladang=dunia, waktu menuai=akhir zaman, para penuai=malaikat.

·         Yang dipersoalkan dalam perumpamaan ini adalah mengenai orang jahat dan orang baik/orang percaya yang hidup bersama-sama di dunia ini. Hukuman untuk orang jahat ditunda dan mereka tidak langsung dihukum oleh Yesus di dunia ini.

·         Hal ini merupakan ajaran yang baru bagi orang Yahudi, memang pada akhirnya Mesias akan membakar lalang/menghukum orang jahat, tapi Kerajaan Allah itu masih bertumbuh dan untuk sementara waktu si jahat masih ada bersama-sama orang percaya.

·         Dengan cara yang indah inilah, Yesus mengajar bagaimana keadaan dunia sekarang ini.


Dengan perumpamaan ini, Tuhan Yesus mau mengatakan kepada kita tentang situasi dunia yang bagaimanakah kita sebagai orang percaya ini hidup:
1.       Dunia tempat kita hidup ini, adalah dunia di mana orang fasik/jahat pun hidup bersama-sama. Mereka hidup dan terus bertumbuh di dalam kefasikannya, karena itu kita pun harus bertumbuh di dalam iman kita, karena bila tidak, maka iman kita akan mati terhimpit oleh kefasikan.

2.       Hidup di dunia seperti ini adalah hidup yang penuh dengan tantangan; seperti gandum di antara lalang atau seperti domba di tengah serigala. Tantangan ini bisa berbagai macam bentuknya: Bisa kejahatan, kekerasan, materialisme, konsumerisme, kemajuan jaman dsb. Jadi bagi orang percaya, selama ia hidup di dunia ini, tidak mungkin baginya mengharapkan suatu hidup yang berjalan mulus, indah tanpa ada tantangan yang harus dihadapi.

3.       Dalam pertumbuhan iman orang percaya, yang penting bukanlah ada atau tidaknya tantangan, atau bukan tantangan itu yang harus dihilangkan supaya kita bertumbuh melainkan kita harus tetap bertumbuh sekalipun di tengah-tengan tantangan.

Bagaimana caranya agar iman kita tetap bertumbuh di tengah-tengah tantangan yang ada di dunia ini?

Sebenarnya manusia tidak bisa menumbuhkan iman, yang memberi pertumbuhan iman ialah Allah:             - Seperti benih yang di tabur dan tumbuh dengan sendirinya (Mrk.4:26-29)
            - Paulus berkata: Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Tuhan memberi pertumbuhan.

Pertama, kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16). Apa artinya?
Pdt. B. Sirait: cerdik = tahu diri, tahu lawan/dunia, dan tahu cuma Tuhan yang dapat menolong kita, sehingga dengan tulus kita mengandalkan Tuhan, bukan memperalat Tuhan.

Kedua, kita harus menjadi tanah yang subur, yaitu mendengar firman dan menyambutnya, memahami, menyimpan dalam hati dan melakukannya (Matius 13:23),

Akhirnya melalui perumpamaan ini, kita diajak bercermin; siapakah kita ini sebenarnya?

Gandum atau lalang?     Domba di tengah serigala atau serigala berbulu domba?

Yang jelas, pada akhirnya nanti Yesus akan memisahkan gandum dengan lalang, atau domba dari antara serigala. Amin.

HR, gkb 20011118

20100201

GAYA HIDUP MENGHAMBA

Markus 10:35-45

Kita mungkin pernah pernah mendengar ungkapan secara spontan yang diucapkan seseorang demikian, “Wah..... hebat, sekarang dia sudah jadi ‘orang’.  Artinya menjadi orang yang berhasil dalam hidupnya atau istilah yang lain: sudah menjadi orang besar.

“Orang besar” yang dimaksud oleh orang-orang kebanyakan adalah orang-orang yang berhasil dalam pendidikan, kekayaan, menduduki jabatan tinggi di perusahaan, di masyarakat dan apa lagi di pemerintahan/negara.
Bukankah kita juga akan terpesona bila melihat seorang sahabat kita yang berhasil; entah ia berpendidikan tinggi – S3 misalnya, entah ia kaya raya, atau ia menjabat menteri dalam pemerintahan kita. à ketika kita berjumpa dengan dia, mungkan kita pun secara spontan berkata: “wah .... hebat kau, sudah menjadi orang besar.

Setiap orang dalam hidup ini pasti menginginkan untuk menjadi “orang besar”
Atau mengharapkan orang-orang yang mereka kasihi untuk menjadi “orang besar”.  Itulah sebabnya para orangtua suka bertanya pada anak-anaknya:
“kalau sudah gede mau jadi apa?” (sekalipun tentu anak-anak belum memahami pertanyaan itu)


Tampaknya, kedua orang murid Yesus yang bernama Yakobus dan Yohanes pun tidak luput dari keinginan untuk menjadi “orang besar.”
Hal ini terungkap ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem (ayat 32).
Mungkin mereka berpikir bahwa di Yerusalem-lah  Yesus akan mendirikan kerajaan-Nya, dan akan memerintah sebagai raja Israel yang sudah lama dinanti-nantikan. Jadi bila Yesus telah menjadi raja, alangkah hebatnya bila bisa menjabat sebagai menteri-menteri-Nya yang utama.
Itulah sebabnya dalam perjalanan itu, cepat-cepat Yohanes dan Yakobus mengajukan permintaan kepada Yesus, katanya:
"Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu."

Dari pernyataan mereka ini terlihat apa artinya menjadi ‘orang besar’ menurut mereka, ‘orang besar’ adalah orang yang memiliki jabatan atau menjadi pejabat pemerintahan atau pejabat  kerajaan.

Mendengar permintaan mereka, Yesus berkata: kamu ngerti ngak apa yang kamu minta?  
Kebesaran/kemuliaan itu harus ditempuh dengan jalan penderitaan/pengorban, hal ini diumpamakan oleh Yesus dengan istilah ‘meminum cawan dan dibaptis’ seperti yang Yesus terima.
Sekalipun mereka sanggup menempuh dengan jalan penderitaan/pengorbana, namun posisi yang mereka minta, Allah Bapa yang menentukan. Posisi itu tidak dapat diminta oleh siapa pun.

Yesus menjelaskan kepada mereka bahwa ‘kebesaran/kemuliaan’ seseorang tidak datang melalui jabatan tertentu, apa pun jabatan itu; entah menteri, presiden, raja, pendeta atau penatua, dlsb.  
Semua jabatan itu tidak serta-merta menjadikan seseorang  sebagai ‘orang besar’.
Buktinya, banyak orang yang menjabat sebagai raja dan pembesar-pembesar di dunia ini tetapi perilakunya menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berjiwa kerdil, yaitu dengan memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan kekerasan. Salah satu ciri ‘orang besar’ adalah berjiwa besar, dan orang yang berjiwa besar tidak akan merugikan siapa pun juga apa lagi sampai merugikan dan menindas orang kecil/rakyat jelata.
Sebagai contoh: apa yang pernah terjadi di Myanmar, ketika para biksu dan rakyat memprotes kebijakan pemerintah militer. Mereka di hadang oleh senjata dan ditembaki. 
Dalam peristiwa seperti itu, mana yang dapat disebut ‘orang besar’? Pemerintah militer atau para biksu?

Karena itu kata Yesus, “siapa yang ingin menjadi besar hendaklah ia menjadi pelayan, dan siapa yang ingin menjadi terkemuka/terpandang/terhormat hendaklah ia menjadi hamba bagi semuanya.” (ayat 43,44)

“kebesaran dan kehormatan” menurut yesus bukan datang dari sebuah jabatan tetapi dari kerendahan hati yang mendalam sehingga mau melayani sesama bahkan melayani sebagai seorang hamba.

Apa artinya melayani sebagai hamba?  
Artinya melayani dengan memberi diri, hidup dan seluruhnya. Itulah sebabnya Yesus berkata: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (ayat 45).
Semua yang dikatakan Yesus ini telah dilakukan-Nya sebagai teladan bagi kita.

Dari renungan ini, sedikitnya kita dapat belajar tentang dua hal, yaitu:

1. Kebesaran
                Kebesaran dan kemuliaan tidak datang mengiringi begitu saja pada orang yang menjabat suatu jabatan baik dalam suatu perusahaan atau pemerintahan. Tetapi jabatan biasanya akan mengiringi orang-orang yang memiliki kebesaran jiwa atau orang yang berjiwa besar.
Dan ciri orang yang berjiwa besar adalah :
·         ia tidak akan mengejar jabatan/kedudukan tertentu dan tidak takut kehilangan jabatan atau kehormatan dan wibawanya,  melainkan ia akan rela merendahkan diri dan melayani. (seperti Yesus: Allah menjadi hamba – filp 2:1-8)
·         Orang yang berjiwa besar tidak akan merugikan orang lain, apa lagi orang-orang sederhana dan orang yang butuh pertolongan, melainkan justru membawa kebaikan bagi sesamanya.
·         Orang yang berjiwa besar tidak akan mengunakan kekerasan/atau cara-cara yang tidak patut dalam mempengaruhi orang lain, melainkan dengan hikmat, kasih, kebenaran dan ketegasan.

2. Melayani dan menghamba
                Menjadi besar dan terkemuka adalah hal yang diperoleh karena melayani dan menghamba.
Banyak orang ingin dianggap besar dan dihormati dengan cara menduduki jabatan tertentu, menggunakan kekerasan/senjata agar orang takut, pasang wajah ‘garang’ agar orang segan – seperti yang dilakukan banyak orangtua terhadap anak-anaknya, dsb.
Padahal kata Tuhan untuk menjadi besar dan terkemuka kuncinya adalah sederhana yaitu dengan melayani dan menghamba. Sepintas hal ini memang aneh, tapi sebenarnya dunia ini juga telah membuktikan kebenaran dari ucapan Tuhan Yesus, yaitu:
* Apa yang menyebabkan orang-orang tionghoa yang berdagang pada umumnya maju dan menjadi besar? 
adalah motto: ‘pembeli adalah raja’ sehingga harus dilayani dengan baik.

* Apa yang membuat BCA menjadi salah satu bank terbesar di negeri ini?
Karena Pelayanannya!
* Apa yang membuat gereja Tuhan berkembang menjadi besar ?
Jemaatnya yg hidup saling melayani.
* Apa yang membuat sebuah keluarga utuh, lestari dan bahagia?
 adalah anggota keluarganya yg saling melayani, saling merendahkan diri dan saling memaafkan serta saling menerima satu terhadap yang lain.
* Pemimpin yang disegani, dan suami serta ayah yang dihormati,  adalah mereka yang melayani dan memberi diri,  rela berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya dan untuk keluarganya.
Apa bila Anda, sebagai pribadi, keluarga, gereja bahkan bangsa ini, memiliki kerendahan hati, dan rela berkorban bagi keluarga (bagi suami, istri, anak-anak, dan bagi orangtua), bagi gereja, bagi bangsa ini dan bagi sesama maka kebesaran, kemuliaan dan kehormatan hidup tidak perlu Anda kejar karena semua itu justru akan mengiringi kehidupan Anda dan setiap orang yang berjiwa besar. 

Kiranya Tuhan menolong kita untuk memiliki kebesaran jiwa dengan kerendahan hati dan kerelaan berkorban bagi keluarga, gereja dan sesama. Amin.


Penulis: Handri Rusli 
(pernah disampaikan pd persekutuan wanita GKB, 12052009