Translate

20181116

TEKUN DAN SEMAKIN GIAT BERIBADAH DALAM PENGHARAPAN

 Ibrani 10:11-25

"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25) 

Setiap agama mengajarkan umatnya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan dalam menjalankan ibadahnya. Namun apabila kita beribadah hanya sebagai kewajiban belaka maka ibadah bisa menjadi sebuah beban yang dilakukan dengan berat hati  bukan sebagai perayaan yang membawa sukacita. 

Penulis Surat Ibrani, dalam bacaan hari ini menasihati umat agar dalam menjalankan ibadah kepada Tuhan hendaknya dilakukan dengan tekun, tulus dan giat/semangat bukan sebagai kewajiban dan beban belaka, karena mengingat bahwa Kristus telah memberikan diri-Nya menjadi kurban penghapus dosa sekali untuk selamanya, sehingga umat dibebaskan dari kewajiban mempersembahkan kurban penghapus dosa setiap tahunnya. Alasan kedua,  karena Kristus telah membuka jalan kehadirat ALLAH melalui diri-Nya sebagai imam besar sehingga umat dapat beribadah kepada-Nya dengan penuh semangat dan sukacita. Pemahaman ini seharusnya mendorong umat untuk tekun beribadah dan saling menasihati menjelang hari Tuhan yang semakin dekat
 bukan menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Dan dalam ibadahnya hendaknya umat juga saling 
 memperhatikan dan saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. 

Sebagai umat yang percaya kepada Kristus, sudahkah Saudara/i beribadah  dengan tekun dan giat serta datang kehadirat-Nya dengan penuh sukacita dan syukur? Dan sudahkah dalam persekutuan umat kita juga saling 
 memperhatikan dan saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik?
Atau ibadah kita hanya kewajiban dan beban belaka? 

HR, renungan Warta Jemaat GKB, 18.11.2018

20181112

KELUARGA DAN SAUDARA SEIMAN

1 Timotius 5:1-8


Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman. (1Tim. 5:8)


Kita sering mendengar ungkapan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Artinya orang yang beriman dapat dilihat melalui sikap hidupnya, antara lain menjaga kebersihan dengan baik.

Nasihat Paulus kepada Timotius mengatakan hal yang hampir serupa, bahwa iman harus tercermin dalam sikap terhadap keluarga dan sesama. Ada tiga hal yang Paulus nasihatkan. Pertama, dalam menegur jemaat, agar menegur seperti anggota keluarga sendiri; seperti menegur bapa atau ibu, saudara atau adik, dengan hati yang murni dan tulus serta motivasi yang baik. Kedua, sikap kepada para janda, khususnya mereka yang hidup sendiri, Timotius diingatkan untuk hormat dan menasihati mereka agar berdoa dan berharap hanya kepada Allah serta hidup di dalam kesucian. Ketiga, menasihati setiap orang agar mereka bertanggung jawab dan memelihara sanak saudaranya, terutama seisi rumahnya, termasuk ibu atau nenek mereka yang janda. Apabila tidak demikian, mereka menjadi orang yang menyangkal imannya, bahkan lebih buruk dari orang yang tidak percaya.

Melalui firman ini, kita diingatkan untuk menjadi saksi bagi sesama, khususnya dalam hal tanggung jawab memelihara anggota keluarga. Kita juga diingatkan untuk memperlakukan saudara seiman seperti keluarga sendiri dengan saling peduli dan memperhatikan, dan menegur serta menasihati dengan kasih dan hormat. Sudahkah hal ini kita lakukan?

REFLEKSI: Iman kita seharusnya tecermin dalam tanggung jawab terhadap keluarga dan peduli serta hormat terhadap sesama.

Mzm. 94; Rut 1:1-22; 1Tim. 5:1-8

HR, Wasiat
Senin, 12 November 2018

HATI-HATI, JANGAN TERKECOH!

Markus 12:38-44

Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (Mrk. 12:43)

Sering terjadi bahwa manusia menilai sesamanya hanya berdasarkan penampilan luar saja. Akibatnya salah membuat penilaian dan menjadi tertipu. Sikap seperti itulah kiranya yang membuat seorang Kanjeng Dimas berhasil mengelabui banyak orang. Dengan bermodalkan penampilan sebagai guru agama yang saleh, Kanjeng Dimas berhasil menipu hingga miliaran rupiah.

Dalam pengajaran-Nya, Yesus mengingatkan para murid agar berhati-hati dalam membuat penilaian. Jangan sampai terkecoh. Yesus memperingatkan bahwa ahli Taurat bisa mengelabui banyak orang dengan penampilannya dan dengan doa yang panjang, tetapi hidupnya penuh dengan tipu daya. Sebaliknya, kita juga diingatkan jangan sampai menilai rendah seseorang dari penampilannya saja. Seorang janda miskin ternyata dapat memberi persembahan jauh lebih banyak daripada orang-orang kaya, karena ia memberi semua yang dimilikinya, sedangkan orang kaya hanya sebagian kecil dari miliknya.

Firman Tuhan hari ini mengajak kita agar berhati-hati dalam membuat penilaian. Jangan menilai orang dari penampilan luarnya saja. Jangan menyanjung seseorang sedemikian rupa, sementara yang lain direndahkan. Hendaknya kita menghormati dan menghargai setiap orang sebagai manusia. Firman ini juga mengingatkan kita, agar jangan hanya menjaga dan mengutamakan penampilan luar. Yang terutama adalah hati yang jujur dan terarah kepada Tuhan. Sebab sesungguhnya, segala sesuatu yang kita pikirkan dan simpan di dalam hati, Tuhan mengetahuinya.

REFLEKSI: Manusia hanya melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.

1Raj. 17:8-16; Mzm. 146; Ibr. 9:24-28; Mrk. 12:38-44

HR, Wasiat
Minggu, 11 November 2018

BERDOA DENGAN KEYAKINAN TEGUH

Markus 11:12-14, 20-24

"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Mrk. 11:24)

Pernahkah Anda berdoa namun tidak menyadari kata-kata apa yang telah Anda ucapkan? Atau pernahkah Anda berdoa untuk kedua kalinya karena lupa telah berdoa dan baru sadar ketika diingatkan oleh orang lain bahwa Anda sudah berdoa untuk hal yang sama?

Melalui peristiwa Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah dan menjadi kering pada keesokan harinya, Yesus mengajar murid-murid tentang doa. Murid-murid menyaksikan bahwa perkataan Yesus terjadi seperti yang dikatakan-Nya. Hal itu bisa terjadi karena perkataan Yesus berdasar pada keyakinan yang teguh kepada Allah yang sanggup melakukan segala perkara. Hal ini dinyatakan Yesus ketika Petrus memberitahu bahwa pohon ara itu telah menjadi kering. Yesus berkata, "Percayalah kepada Allah!" Yesus pun mengatakan bahwa hal mustahil sekalipun bila kita katakan dengan penuh iman dan sesuai dengan kehendak Allah, maka hal itu akan terjadi. Demikian juga dengan doa, bila kita berdoa dan meminta sesuai kehendak Allah dengan penuh iman, tanpa ragu, maka Allah akan menyatakannya.

Berdoa adalah hal yang biasa kita lakukan. Namun, sudahkah kita berdoa dengan penuh iman? Percaya bahwa apa yang kita doakan, dijawab Allah sesuai dengan kehendak-Nya? Percaya bahwa Allah tahu yang terbaik bagi kita dan memberikannya menurut waktu dan rencana-Nya? Berdoalah dengan penuh iman, "Jadilah kehendak-Mu, dan bukan kehendakku."

REFLEKSI: Berdoa dengan iman berarti percaya bahwa Allah sanggup dan akan menjawab menurut rencana dan kehendak-Nya bagi kita.

Mzm. 146; Ul. 24:17-22; Mrk. 11:12-14, 20-24

HR, Wasiat
Sabtu, 10 November 2018

20181109

AHLI WARIS JANJI ALLAH

Ibrani 9:15-24

"… Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran …." (Ibr. 9:15)

Menerima harta warisan barangkali merupakan hal yang sangat menyenangkan, apalagi jika jumlahnya sangat besar sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup dua hingga tiga keturunan, atau bahkan lebih.

Penulis surat Ibrani mengemukakan bahwa melalui Kristus, sesungguhnya kita menerima warisan yang sangat berharga dari Allah. Warisan yang berguna bukan hanya untuk dan ketika hidup di dunia ini, tetapi bahkan untuk hidup yang kekal. Warisan itu adalah pengampunan dosa dan keselamatan kekal. Supaya kita dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan Allah itu, maka Yesus telah mati. Kematian Yesus adalah untuk menebus segala pelanggaran dan dosa manusia, dan mengesahkan janji Allah mengenai keselamatan manusia. Penulis Ibrani mengatakan bahwa kematian Yesus perlu dan harus terjadi. Seperti sebuah wasiat yang baru sah setelah pembuat wasiat meninggal, demikianlah seluruh perjanjian baik yang dibawa Musa, kitab Taurat, maupun seluruh perlengkapan ibadah, bahkan seluruh umat disahkan Allah dengan darah atau kematian.

Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, kita adalah ahli waris dari janji keselamatan Allah. Melalui kematian Yesus dosa kita diampuni dan lunas dibayar. Dengan kebangkitan Yesus dari antara orang mati, kita menerima hidup yang kekal. Karena itu, hendaklah hidup kita penuh dengan ungkapan syukur dan sukacita.

REFLEKSI: Menyadari warisan kekal dari Allah di dalam Kristus membuat kita bersukacita dan mengucap syukur senantiasa.

Mzm. 146; Ul. 15:1-11; Ibr. 9:15-24

HR, Wasiat
Jumat, 9 November 2018

20181108

TAAT PADA FIRMAN TUHAN

Bilangan 36:1-13

Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat anak-anak perempuan Zelafehad. (Bil. 36:10)

Hukum dan peraturan dibuat untuk ditaati, bukan untuk dilanggar. Firman diberitakan untuk dilakukan, bukan hanya untuk didengar. Tetapi itulah persoalan kita. Kita sering melanggar hukum dan peraturan serta sering hanya mau mendengar firman tetapi tidak mau melakukannya.

Menarik untuk diperhatikan, apa yang dilakukan anak-anak perempuan Zelafehad, dari kaum bani Manasye keturunan Yusuf. Mereka mendapat warisan tanah pusaka dari ayahnya yang telah meninggal di padang gurun, karena ayahnya tidak memiliki anak laki-laki. Sebagai penerima pusaka, mereka tetap memperhatikan hukum dan peraturan yang difirmankan TUHAN melalui Musa agar setiap suku Israel menjaga tanah pusaka yang diberikan TUHAN kepada mereka turun-temurun. Agar pusaka itu terjaga dalam sukunya dan tidak beralih ke suku Israel yang lain, maka anak-anak perempuan Zelafehad menaati hukum dengan menikah dengan laki-laki dari kaum Manasye, keturunan Yusuf.

Firman hari ini mengingatkan kita, bahwa peraturan, hukum, dan firman yang diberikan Tuhan bukan sekadar untuk diketahui dan dipahami. Tuhan memberikan firman-Nya untuk ditaati. Menaati firman menuntut kesungguhan hati, penyangkalan diri, dan bahkan pengorbanan. Anak-anak perempuan Zelafehad telah melakukannya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga sudah melakukannya?

REFLEKSI: Menaati firman Tuhan berarti menyangkal keinginan kita yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya.

Mzm. 146; Bil. 36:1-13; Rm. 5:6-11


HR, Wasiat
Kamis, 8 November 2018

MENYADARI DOSA DAN MEMOHON PENGAMPUNAN

Mazmur 51

Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. (Mzm. 51:5)

Mengakui kesalahan bukanlah hal yang mudah. Ketika mengakui kesalahan, kita justru diperlakukan tidak baik, direndahkan dan berbagai tindakan lain yang menyakiti dan melukai hati. Karena itu banyak orang memilih menyembunyikan kesalahannya.

Daud, ketika berbuat salah dan dosa, ia pun sedapat mungkin menyembunyikan kesalahan dan dosanya. Namun, Tuhan yang mengetahui segala sesuatu menegur Daud melalui nabi Natan. Melalui teguran nabi Natan, Daud kemudian jujur mengakui dan menyadari segala dosa serta kejahatannya kepada Tuhan, lalu memohon belas kasihan dan pengampunan Tuhan. Dalam doanya ia berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (ay. 3-4). Daud yakin ketika ia datang dengan hati yang hancur mengaku dosa dan memohon belas kasih Tuhan, maka Tuhan pasti mengampuni dosanya.

Sebagai manusia, kita tentu tidak luput dari kelemahan dan dosa. Namun, apakah kita menyadari kelemahan dan dosa kita? Tanpa kesadaran itu, kita tidak mungkin datang kepada Tuhan dan memohon pengampunan-Nya. Kita bersyukur atas Roh Kudus yang senantiasa hadir dan memimpin kita dalam kebenaran. Bila kita jatuh dalam dosa, Ia akan menginsafkan kita akan dosa itu, sehingga kita akan melakukan pertobatan dan memohon pengampunan-Nya.

REFLEKSI: Pengampunan dosa terjadi ketika kita menyadari segala dosa, datang kepada Tuhan, dan mohon belas kasih-Nya.

Mzm. 51; Mi. 6:1-8; Yoh. 13:31-35


HR, Wasiat
Rabu, 7 November 2018

20181106

TUHAN MEMPERINGATKAN AGAR KITA SETIA

Ulangan 28:58—29:1


"Jika engkau tidak melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat … dan engkau tidak takut akan … TUHAN, Allahmu, maka TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu …." (Ul. 28:58,59)

Setiap hari manusia selalu diperhadapkan kepada pilihan-pilihan. Mulai dari memilih hal yang sederhana seperti memilih baju, sampai memilih hal yang besar seperti pasangan hidup, atau iman yang akan menentukan arah hidup ke depan. Setiap pilihan yang diambil mengandung konsekuensi yang kelak akan dihadapi.

Sebelum umat Israel memasuki tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Tuhan, Musa memperhadapkan pilihan kepada umat Israel. Berkat Tuhan, apabila mereka tetap setia kepada Tuhan (ay. 1-14), namun sebaliknya kutuk, apabila mereka tidak setia dan meninggalkan Tuhan (ay. 15-46). Tuhan akan menghukum mereka dan keturunan mereka dengan hukuman yang berat; mereka akan diserang penyakit dan tulah yang dahsyat sehingga mereka hampir punah (ay. 60-63). Tuhan akan menyerakkan mereka ke antara segala bangsa dan hidup mereka akan sangat menderita di tengah-tengah bangsa lain (ay. 64-67). TUHAN akan membawa mereka kembali ke Mesir dan menjadi budak (ay. 68). Dengan peringatan ini, TUHAN melalui Musa memperingatkan dan menghendaki agar umat-Nya memilih tetap setia dan hidup menurut firman-Nya, agar berkat TUHAN selalu mereka alami.

Sebagai umat yang telah ditebus dari dosa dan maut, melalui firman hari ini, kita pun diingatkan agar kita memilih untuk tetap setia kepada Kristus dengan hidup melakukan firman-Nya.

REFLEKSI: Peringatan diberikan Tuhan kepada kita bukan supaya kita meninggalkan-Nya, tetapi supaya kita tetap setia kepada-Nya.

Mzm. 51; Ul. 28:58—29:1; Kis. 7:17-29


HR, Wasiat
Selasa, 6 November 2018

20181105

MENGALAHKAN KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Roma 12:17-21; 13:8-10


Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Rm. 12:21)

Pada umumnya, manusia cenderung untuk membalas kejahatan yang dilakukan kepadanya. Namun, disadari atau tidak, membalas kejahatan dapat berakibat melakukan kejahatan yang serupa, bahkan mungkin kejahatan yang lebih besar lagi. Perlu disadari bahwa melawan atau membalas kejahatan dengan kejahatan alih-alih menghentikan kejahatan, justru akan melanggengkan kejahatan. Lalu bagaimana caranya mengalahkan kejahatan?

Melalui bacaan hari ini, Paulus mengajarkan kita untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Paulus mengajarkan untuk berbuat baik kepada semua orang, juga kepada orang-orang yang menyakiti kita. Bila perlu memberi makan dan minum kepada orang yang berbuat jahat kepada kita. Paulus juga mengajarkan untuk tidak menuntut balas atas kejahatan yang orang lain perbuat kepada kita, sebab pembalasan adalah hak Tuhan. Bagian kita adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri, seperti yang diperintahkan Tuhan dalam Taurat-Nya.

Tidak mudah memang untuk mengasihi orang yang berbuat jahat kepada kita. Namun, bila kita membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepada kita dengan berbuat hal yang sama, maka kejahatan akan semakin besar dan merajalela di dunia ini. Yesus datang ke dunia untuk memberi teladan bagaimana mengatasi kejahatan dan mengasihi orang yang berbuat jahat kepada kita. Ia mengajarkan kita untuk mengampuni melalui doa-Nya, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk. 23:34).

REFLEKSI: Kejahatan akan merajalela jika dibalas dengan kejahatan, tetapi kejahatan akan berhenti bila dibalas dengan kebaikan.

Mzm. 51; Ul. 6:10-25; Rm. 12:17-21; 13:8-10


HR, Wasiat
Senin, 05.11.2018


MENYANGKAL KELEMAHAN MENUAI KEGAGALAN

Markus 14:28-34


… "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." (Mrk. 14:31)

Umumnya, orang berusaha menutupi kelemahannya dengan berbagai cara karena khawatir dan takut apabila orang mengetahui kelemahannya, maka ia tidak akan diterima, atau bahkan akan ditolak.

Mungkin hal itu juga yang ada di benak Petrus, ketika Yesus menyatakan kepadanya bahwa ia tidak sehebat yang ia kira. Ia memiliki kelemahan dalam mengikut Yesus, yaitu bahwa ia akan menyangkal Yesus di depan banyak orang. Mendengar kelemahannya diketahui dan diungkapkan oleh Yesus, Petrus spontan menutupi kelemahannya dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan terjadi. Ia rela mati demi Yesus. Kenyataannya, Injil mencatat, Petrus gagal menunjukkan kesetiaannya. Petrus menyangkal Yesus. Ketika Yesus memberitahu kelemahan Petrus, Yesus tidak sedang mempermalukan Petrus di depan murid-murid yang lain, melainkan untuk memperingatkan Petrus agar berhati-hati dan berjaga-jaga serta berdoa agar tidak jatuh dalam pencobaan dan penyangkalan terhadap gurunya.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan mengetahui keadaan kita. Tuhan mengetahui bahwa kita adalah manusia yang lemah, tidak luput dari kesalahan dan dosa. Kendati demikian, Tuhan tetap mengasihi kita. Ia ingin kita selalu berjaga-jaga dan berdoa kepada Bapa agar dalam menjalani kehidupan kita dimampukan mengatasi kelemahan kita, sehingga kita dapat tetap setia mengikut Dia. Marilah kita jujur di hadapan Tuhan mengakui segala kelemahan kita.

REFLEKSI: Jujur menerima dan mengakui kelemahan berarti membuka diri untuk dipulihkan dan dikuatkan.

Ul. 6:1-9; Mzm. 119:1-8; Ibr. 9:11-14; Mrk. 12:28-34


HR, Wasiat
Minggu, 04.11.2018

MENGASIHI DENGAN PERBUATAN

Lukas 10:25-37


Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (Luk. 10:28)

Mengetahui banyak hal tentang ajaran agama ternyata bukan jaminan seseorang menjalani hidup yang baik atau berperilaku baik. Sebagai contoh, Dimas Kanjeng dan beberapa tokoh agama lainnya ditangkap oleh polisi karena melakukan penipuan dan kejahatan lainnya di tengah masyarakat. Mereka tahu yang baik tetapi mereka tidak melakukannya.

Dalam perikop hari ini, kita menjumpai seorang ahli Taurat, seorang tokoh agama. Ia datang kepada Yesus bukan dengan maksud baik, melainkan untuk mencobai Yesus melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya dan untuk membenarkan dirinya.

Melalui sebuah perumpamaan, Yesus menjawab dan menjelaskan bahwa mengasihi Tuhan dan sesama bukanlah sekadar teori atau pengetahuan untuk memuaskan keingintahuan. Mengasihi adalah perintah untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari. Dalam hidup ini, janganlah seperti imam dan orang Lewi yang pandai berteori dan berkhotbah tentang kasih tapi tidak berbuat kasih. Jadilah seperti orang Samaria, yang sekalipun minim pengetahuan tentang kasih, tetapi berbuat kasih. Yesus mengakhiri penjelasan-Nya dengan berkata, "… pergilah dan perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup" (ay. 28, 37).

Sebagai pengikut Yesus, kita tentu tahu dan hafal yang namanya Hukum Kasih, tetapi sudahkah kita berbuat kasih? Sudahkah sesama di sekitar kita merasakan buah-buah kasih yang kita perbuat?

REFLEKSI: Mengasihi Allah dan mengasihi sesama adalah firman untuk dipraktikkan bukan hanya untuk dihafalkan.

Mzm. 119:1-8; Bil. 9:9-14; Luk. 10:25-37


HR,  Renungan Wasiat
Sabtu, 03.11.2018


HIDUP KUDUS SEBAGAI UMAT TUHAN

Imamat 19:32-37


"Demikianlah kamu harus berpegang pada segala ketetapan-Ku dan segala peraturan-Ku serta melakukan semuanya itu; Akulah TUHAN." (Im. 19:37)

"Kristen KTP" adalah sindiran yang ditujukan kepada orang-orang yang mengaku diri Kristen namun hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Yesus.

TUHAN menghendaki Israel tidak sekadar mengaku diri sebagai umat-Nya, namun hidup tak ubahnya seperti bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal TUHAN. Oleh karena itu, TUHAN berfirman melalui Musa agar umat Israel hidup di dalam kekudusan, yaitu dengan berpegang pada segala ketetapan dan segala peraturan yang TUHAN firmankan serta melakukannya (ay. 37). Di antara semua ketetapan dan peraturan untuk hidup kudus itu, pada bagian ini, umat diingatkan untuk hormat kepada orang yang usianya lebih tua, mengasihi sesama - siapa pun mereka, bahkan orang asing sekalipun - seperti mengasihi diri sendiri, serta berlaku adil dan tidak mencurangi orang lain. Semua perintah ini ditutup dengan perkataan, "Akulah TUHAN." Pernyataan "Akulah TUHAN" diberikan supaya umat menyadari bahwa hidup kudus, hidup berbeda dengan bangsa-bangsa lain adalah hal yang dikehendaki oleh TUHAN sendiri bagi umat Israel, yang telah dibebaskan-Nya dari tanah Mesir. Firman-Nya, "… Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus" (ay. 2).

Kita adalah umat Perjanjian Baru. Kita telah ditebus oleh Kristus dari dosa kepada hidup yang penuh pengharapan. Oleh karena itu, hendaklah kita hidup di dalam kekudusan seperti yang telah diteladankan Yesus.

REFLEKSI: Hidup kudus adalah hidup seperti Kristus, yaitu hidup untuk menaati dan melakukan kehendak Bapa.

Mzm. 119:1-8; Im. 19:32-37; Rm. 3:21-31


HR, Renungan WASIAT, 02.11.2018

HIDUP MENURUT FIRMAN TUHAN

Mazmur 119:1-8

Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. (Mzm. 119:1)

Kebahagiaan adalah hal yang paling dicari orang di dalam hidup ini. Orang bekerja keras dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan kebahagiaan, sekalipun kebahagiaan itu hanya sementara dan semu.

Melalui mazmur ini, pemazmur mengatakan bagaimana cara memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya; kebahagiaan yang sejati. Menurut pemazmur, orang yang berbahagia adalah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Hidup menurut Taurat Tuhan berarti tidak hanya mendengar, merenungkan, dan memahami Taurat tetapi menaati, melakukan dan menghidupi Taurat Tuhan dalam keseharian hidup. Hidup menurut Taurat Tuhan berarti hidup menurut peringatan-peringatan, jalan-jalan, titah-titah, ketetapan-ketetapan, perintah-perintah, dan hukum-hukum Tuhan. Dengan hidup menurut Taurat Tuhan, hidup umat menjadi tidak bercela, tidak melakukan kejahatan, tidak akan mendapat malu. Hidup menurut Taurat Tuhan juga berarti gemar mencari Tuhan dan kehendak-Nya dengan segenap hati, bersyukur dengan jujur, dan percaya tidak akan ditinggalkan sendirian oleh Tuhan menjalani hidup. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya yang akan terus kita rasakan di dalam dan bersama Tuhan.

Sebagai umat percaya, kita tentu sering mendengar, merenung, dan belajar memahami firman Tuhan. Hari ini kita diingatkan, jika kita ingin memiliki kebahagiaan sejati, kita perlu hidup menurut firman Tuhan. Jangan hanya menjadi pendengar saja!

REFLEKSI: Mendengar dan melakukan firman Tuhan adalah seperti membangun rumah di atas batu karang yang teguh.

Mzm. 119:1-8; Kel. 22:1-15; Ibr. 9:1-12


HR, renungan Wasiat, 01.11.2018

20181102

YANG TERUTAMA DARI YANG UTAMA

Ulangan 6:1-9


"Dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini
Bukan karna kuat dan hebatku
Semua karena cinta, semua karena cinta..."
Lirik lagu ini - "Semua karena Cinta" -  menyatakan betapa hebatnya cinta; kita ada, kita bertahan, kita tegar dan kita berkarya, semua karena cinta. Cinta mendasari kita melakukan sesuatu dan cinta jugalah yang mendorong orang lain melakukan sesuatu kepada kita. Bila kita memiliki cinta dan  dipenuhi cinta maka kita akan  terdorong melakukan segala sesuatu yang baik bagi yang  kita cintai. 

Relasi antara umat dengan Allah adalah relasi yang dilandasi oleh Cinta. Allah mencintai umat-Nya dengan membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan umat menunjukan cintanya kepada Allah dengan hidup setia dan taat pada perintah-Nya. Inilah yang diperintahkan Musa kepada umat Israel bahwa sebagai umat  yang telah dibebaskan Allah maka yang terutama harus dilakukan adalah mengenal dan mencintai Allah dengan sungguh-sungguh. Hal ini nyata dari apa yang dikatakannya, "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! 
 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu"(4,5). 
Dan Musa mengingatkan bahwa pengenalan serta kecintaan akan Tuhan ini harus  diperkenalkan dan diajarkan berulang-ulang kepada anak-anak, sebagai generasi penerus dalam segala waktu, tempat dan kesempatan. 
Sehingga dengan pengenalan dan  cinta akan Tuhan umat akan bersikap takut/hormat pada TUHAN, berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya dengan setia seumur hidup di negeri yang TUHAN janjikan(2,3). 

Bercermin dari firman ini, sebagai pengikut Kristus kita diingatkan bahwa Allah di dalam Kristus telah menunjukan cinta-Nya kepada kita dengan mati disalib untuk menebus kita dari segala dosa. Karena itu sebagai umat yang begitu dicintai-Nya sudahkah kita juga mencintai-Nya dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akalbudi?
Adakah sikap takut/hormat kepada TUHAN kita tunjukan Ketika kita beribadah di Rumah-Nya?  Atau adakah kecintaan kita kepada TUHAN nyata dengan melakukan perintah-perintah-Nya? 

Saudara/i ingatlah,  karena  Cinta-Nya kita ada dan selamat, karena itu hal yang terutama dalam hidup kita adalah kita hidup untuk mencintai-Nya.


HR, renungan warta gkb, 04.11.2018