Translate

20160226

YUDAS MENGHIANATI YESUS

Lukas 22:3-6

Saudara, pernahkah Saudara merasa dihianati oleh orang yang selama ini Saudara percayai? Mungkin Saudara pernah dihianati oleh seseorang yang pernah berjanji pada Saudara, atau oleh seseorang yang bersikap baik di hadapan Saudara, tetapi kemudian Saudara ketahui bahwa semua perkataannya bohong belaka dan semua sikapnya adalah palsu. Bagaimana perasaan Saudara jika Saudara dihianati demikian?

Nas Alkitab pada minggu prapaskah lll ini, menceritakan tentang Yudas yang menghianati Yesus. Pada hal Yudas adalah salah seorang dari keduabelas murid Yesus yang dikasihi-Nya. Mengapa Yudas tega menghianati Yesus, gurunya sendiri? Banyak alasan bisa dikemukakan, tapi penulis Injil Lukas mengemukakan satu alasan saja, yaitu karena Iblis merasuki Yudas. Bagaimana bisa, Iblis merasuki Yudas yang adalah murid Yesus, yang selama tiga tahunan telah mengikut dan hidup bersama Yesus? Ternyata sekalipun Yudas telah mengikut Yesus bertahun-tahun, tapi ia tidak menjadikan Yesus sebagai Tuhan di dalam hidupnya. Bagi Yudas kepentingan pribadinya, uang dan kekuasaan jauh lebih penting dibandingkan Yesus. Itulah sebabnya Iblis merasuki dirinya melalui hati yang dikuasai uang dan pementingan diri tersebut.

Saudara, sudah berapa lama Anda mengikut Yesus? Setahun, tiga tahun, atau jauh lebih lama dari itu? Belajar dari kisah ini, yang terpenting bukan berpa lama kita mengikut Yesus dan melayani di gereja, tapi ... sudahkah kita menjadikan Yesus sebagai Tuhan di dalam hati dan hidup kita? Bila tidak, mungkin Iblis akan merasuki hidup kita, dan kita akan menghianati Yesus demi uang, kepentingan diri, kekuasaan dan lain sebaginya.

Mari jadikan Yesus sebagai Tuhan yang bertahta di hati kita, dan tempatkan yang lain di bawah kehendak-Nya, maka Iblis tidak akan merasuki hidup kita.
Selamat hari Minggu, selamat menghayati Minggu Prapaskah lll, Tuhan memberkati! Amin.

Pdt. HR (renungan warta GKB, 28.02.2016)

20160219

Pemborosan atau Pengorbanan?

Yohanes 12:1-8

Saudara, bila kita menyadari bahwa banyak hal dalam kehidupan ini adalah kesempatan yang hanya datang sekali dan tidak akan datang kembali atau "moment of no return", maka kita pasti akan menggunakan setiap kesempatan yang datang dengan sebaik-baiknya. Kesempatan itu misalnya, berupa kesempatan untuk memberi dan melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita kasihi selama mereka masih hidup, karena apabila mereka telah meninggal, kesempatan itu tidak akan pernah datang lagi.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kesempatan "moment of no return" itu disadari betul oleh seorang perempuan bernama Maria. Diceritakan ketika Yesus datang ke Betania dan menerima jamuan makan di sana, "Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu" (ayat 3). Apa yang dilakukan oleh Maria di sini adalah hal yg sangat tidak biasa; setengah liter minyak narwastu murni yang mahal harganya dituangkan ke kaki Yesus adalah pemborosan bagi Yudas dan orang-orang sekitarnya yang menyaksikan hal itu. Tapi bagi Maria, hal itu adalah kesempatan untuk menunjukkan kasihnya yang mendalam kepada Yesus  sekalipun ia harus berkorban untuk membeli minyak yang mahal dan merendahkan dirinya dengan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Bagi Maria, Yesus jauh lebih berharga dibanding apa pun juga.

Saudara, apa yang sudah kita berikan sebagai wujud cinta kasih kita kepada Tuhan? Bersediakah kita mengorbankan atau mempertaruhkan uang, reputasi, harga diri, bahkan diri kita sebagai wujud pelayanan kasih kita kepada Tuhan? Atau jangan-jangan kita menganggap uang, reputasi, dan harga diri jauh lebih berharga dibanding Yesus, sehingga apa yang kita lakukan bagi-Nya hanya pemborosan belaka?  Mari kita wujudkan kasih kita kepada Tuhan dengan apa yang ada pada kita dengan berusaha memberi dan berbuat yang terbaik bagi Tuhan dan bagi  orang-orang yang kita kasihi.
Selamat Hari Minggu, selamat menghayati Minggu Prapaskah ll, Tuhan memberkati? Amin.

Pdt. HR. Renungan warta GKB 21.02.2016

20160205

Cinta Kuat Seperti Maut

Kidung Agung 8:5-7
Saudara, kita tentu pernah merasakan yang namanya cinta, baik ketika kita dicintai maupun ketika kita mencintai. Karena kita pernah merasakan cinta, maka kita pasti tahu betapa kuatnya cinta, ketika cinta itu sedang membara rasanya memang tidak ada yang bisa menghalangi cinta. Itulah sebabnya bagi orang yang sedang jatuh cinta ada istilah, "gunung tinggi akan kudaki, lautan luas akan kuseberangi demi cintaku padamu!" , sekalipun bagi sebagian orang ungkapan ini hanya gombal saja, tapi bagi orang yang sungguh jatuh cinta merasakan kuatnya cinta yang akan menerjang segala rintangan yang ada.
Kuatnya cinta dilukiskan oleh penulis Kidung Agung sebagai materai yang terpatri di dalam hati - tidak terlihat, tetapi juga kelihatan nyata di dalam perbuatan bahkan dorongan untuk berbuat menyatakan cinta itu sekuat maut (ay. 6). Artinya tidak ada seorang pun yang dapat menghindari cinta, seperti tidak ada seorang pun yang dapat menghindari maut. Itulah cinta! Cinta itu membara bagaikan api yang dasyat, dan tidak ada kekuatan apa pun yang dapat memadamkannya, menghanyutkannya atau membayarnya (ay. 7). Cinta akan tetap ada, dan siap serta rela berkorban bagi yang dicintainya.
Saudara…, apakah cinta saudara kepada pasangan hidup, kepada sesama, dan terlebih kepada TUHAN adalah cinta yang murni, tanpa pamrih, dan rela berkorban? Cinta yang kuat seperti maut, yang terus menerjang sekalipun rintangan menghadang. Cinta yang terus-menerus diupayakan dan diwujudkan dalam kata dan perbuatan bagi yang dikasihinya. Cinta sejati yang kuat seperti maut ini sudah dinyatakan oleh TUHAN di dalam dan melalui Yesus Kristus. Karena itu agar kita memiliki cinta seperti ini, marilah kita hidup meneladani Kristus.
Selamat hari Minggu, selamat beribadah, TUHAN memberkati kita! Amin!