Translate

20181105

MENGALAHKAN KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Roma 12:17-21; 13:8-10


Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Rm. 12:21)

Pada umumnya, manusia cenderung untuk membalas kejahatan yang dilakukan kepadanya. Namun, disadari atau tidak, membalas kejahatan dapat berakibat melakukan kejahatan yang serupa, bahkan mungkin kejahatan yang lebih besar lagi. Perlu disadari bahwa melawan atau membalas kejahatan dengan kejahatan alih-alih menghentikan kejahatan, justru akan melanggengkan kejahatan. Lalu bagaimana caranya mengalahkan kejahatan?

Melalui bacaan hari ini, Paulus mengajarkan kita untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Paulus mengajarkan untuk berbuat baik kepada semua orang, juga kepada orang-orang yang menyakiti kita. Bila perlu memberi makan dan minum kepada orang yang berbuat jahat kepada kita. Paulus juga mengajarkan untuk tidak menuntut balas atas kejahatan yang orang lain perbuat kepada kita, sebab pembalasan adalah hak Tuhan. Bagian kita adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri, seperti yang diperintahkan Tuhan dalam Taurat-Nya.

Tidak mudah memang untuk mengasihi orang yang berbuat jahat kepada kita. Namun, bila kita membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepada kita dengan berbuat hal yang sama, maka kejahatan akan semakin besar dan merajalela di dunia ini. Yesus datang ke dunia untuk memberi teladan bagaimana mengatasi kejahatan dan mengasihi orang yang berbuat jahat kepada kita. Ia mengajarkan kita untuk mengampuni melalui doa-Nya, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk. 23:34).

REFLEKSI: Kejahatan akan merajalela jika dibalas dengan kejahatan, tetapi kejahatan akan berhenti bila dibalas dengan kebaikan.

Mzm. 51; Ul. 6:10-25; Rm. 12:17-21; 13:8-10


HR, Wasiat
Senin, 05.11.2018


MENYANGKAL KELEMAHAN MENUAI KEGAGALAN

Markus 14:28-34


… "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." (Mrk. 14:31)

Umumnya, orang berusaha menutupi kelemahannya dengan berbagai cara karena khawatir dan takut apabila orang mengetahui kelemahannya, maka ia tidak akan diterima, atau bahkan akan ditolak.

Mungkin hal itu juga yang ada di benak Petrus, ketika Yesus menyatakan kepadanya bahwa ia tidak sehebat yang ia kira. Ia memiliki kelemahan dalam mengikut Yesus, yaitu bahwa ia akan menyangkal Yesus di depan banyak orang. Mendengar kelemahannya diketahui dan diungkapkan oleh Yesus, Petrus spontan menutupi kelemahannya dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan terjadi. Ia rela mati demi Yesus. Kenyataannya, Injil mencatat, Petrus gagal menunjukkan kesetiaannya. Petrus menyangkal Yesus. Ketika Yesus memberitahu kelemahan Petrus, Yesus tidak sedang mempermalukan Petrus di depan murid-murid yang lain, melainkan untuk memperingatkan Petrus agar berhati-hati dan berjaga-jaga serta berdoa agar tidak jatuh dalam pencobaan dan penyangkalan terhadap gurunya.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan mengetahui keadaan kita. Tuhan mengetahui bahwa kita adalah manusia yang lemah, tidak luput dari kesalahan dan dosa. Kendati demikian, Tuhan tetap mengasihi kita. Ia ingin kita selalu berjaga-jaga dan berdoa kepada Bapa agar dalam menjalani kehidupan kita dimampukan mengatasi kelemahan kita, sehingga kita dapat tetap setia mengikut Dia. Marilah kita jujur di hadapan Tuhan mengakui segala kelemahan kita.

REFLEKSI: Jujur menerima dan mengakui kelemahan berarti membuka diri untuk dipulihkan dan dikuatkan.

Ul. 6:1-9; Mzm. 119:1-8; Ibr. 9:11-14; Mrk. 12:28-34


HR, Wasiat
Minggu, 04.11.2018

MENGASIHI DENGAN PERBUATAN

Lukas 10:25-37


Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (Luk. 10:28)

Mengetahui banyak hal tentang ajaran agama ternyata bukan jaminan seseorang menjalani hidup yang baik atau berperilaku baik. Sebagai contoh, Dimas Kanjeng dan beberapa tokoh agama lainnya ditangkap oleh polisi karena melakukan penipuan dan kejahatan lainnya di tengah masyarakat. Mereka tahu yang baik tetapi mereka tidak melakukannya.

Dalam perikop hari ini, kita menjumpai seorang ahli Taurat, seorang tokoh agama. Ia datang kepada Yesus bukan dengan maksud baik, melainkan untuk mencobai Yesus melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya dan untuk membenarkan dirinya.

Melalui sebuah perumpamaan, Yesus menjawab dan menjelaskan bahwa mengasihi Tuhan dan sesama bukanlah sekadar teori atau pengetahuan untuk memuaskan keingintahuan. Mengasihi adalah perintah untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari. Dalam hidup ini, janganlah seperti imam dan orang Lewi yang pandai berteori dan berkhotbah tentang kasih tapi tidak berbuat kasih. Jadilah seperti orang Samaria, yang sekalipun minim pengetahuan tentang kasih, tetapi berbuat kasih. Yesus mengakhiri penjelasan-Nya dengan berkata, "… pergilah dan perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup" (ay. 28, 37).

Sebagai pengikut Yesus, kita tentu tahu dan hafal yang namanya Hukum Kasih, tetapi sudahkah kita berbuat kasih? Sudahkah sesama di sekitar kita merasakan buah-buah kasih yang kita perbuat?

REFLEKSI: Mengasihi Allah dan mengasihi sesama adalah firman untuk dipraktikkan bukan hanya untuk dihafalkan.

Mzm. 119:1-8; Bil. 9:9-14; Luk. 10:25-37


HR,  Renungan Wasiat
Sabtu, 03.11.2018


HIDUP KUDUS SEBAGAI UMAT TUHAN

Imamat 19:32-37


"Demikianlah kamu harus berpegang pada segala ketetapan-Ku dan segala peraturan-Ku serta melakukan semuanya itu; Akulah TUHAN." (Im. 19:37)

"Kristen KTP" adalah sindiran yang ditujukan kepada orang-orang yang mengaku diri Kristen namun hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Yesus.

TUHAN menghendaki Israel tidak sekadar mengaku diri sebagai umat-Nya, namun hidup tak ubahnya seperti bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal TUHAN. Oleh karena itu, TUHAN berfirman melalui Musa agar umat Israel hidup di dalam kekudusan, yaitu dengan berpegang pada segala ketetapan dan segala peraturan yang TUHAN firmankan serta melakukannya (ay. 37). Di antara semua ketetapan dan peraturan untuk hidup kudus itu, pada bagian ini, umat diingatkan untuk hormat kepada orang yang usianya lebih tua, mengasihi sesama - siapa pun mereka, bahkan orang asing sekalipun - seperti mengasihi diri sendiri, serta berlaku adil dan tidak mencurangi orang lain. Semua perintah ini ditutup dengan perkataan, "Akulah TUHAN." Pernyataan "Akulah TUHAN" diberikan supaya umat menyadari bahwa hidup kudus, hidup berbeda dengan bangsa-bangsa lain adalah hal yang dikehendaki oleh TUHAN sendiri bagi umat Israel, yang telah dibebaskan-Nya dari tanah Mesir. Firman-Nya, "… Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus" (ay. 2).

Kita adalah umat Perjanjian Baru. Kita telah ditebus oleh Kristus dari dosa kepada hidup yang penuh pengharapan. Oleh karena itu, hendaklah kita hidup di dalam kekudusan seperti yang telah diteladankan Yesus.

REFLEKSI: Hidup kudus adalah hidup seperti Kristus, yaitu hidup untuk menaati dan melakukan kehendak Bapa.

Mzm. 119:1-8; Im. 19:32-37; Rm. 3:21-31


HR, Renungan WASIAT, 02.11.2018

HIDUP MENURUT FIRMAN TUHAN

Mazmur 119:1-8

Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. (Mzm. 119:1)

Kebahagiaan adalah hal yang paling dicari orang di dalam hidup ini. Orang bekerja keras dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan kebahagiaan, sekalipun kebahagiaan itu hanya sementara dan semu.

Melalui mazmur ini, pemazmur mengatakan bagaimana cara memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya; kebahagiaan yang sejati. Menurut pemazmur, orang yang berbahagia adalah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Hidup menurut Taurat Tuhan berarti tidak hanya mendengar, merenungkan, dan memahami Taurat tetapi menaati, melakukan dan menghidupi Taurat Tuhan dalam keseharian hidup. Hidup menurut Taurat Tuhan berarti hidup menurut peringatan-peringatan, jalan-jalan, titah-titah, ketetapan-ketetapan, perintah-perintah, dan hukum-hukum Tuhan. Dengan hidup menurut Taurat Tuhan, hidup umat menjadi tidak bercela, tidak melakukan kejahatan, tidak akan mendapat malu. Hidup menurut Taurat Tuhan juga berarti gemar mencari Tuhan dan kehendak-Nya dengan segenap hati, bersyukur dengan jujur, dan percaya tidak akan ditinggalkan sendirian oleh Tuhan menjalani hidup. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya yang akan terus kita rasakan di dalam dan bersama Tuhan.

Sebagai umat percaya, kita tentu sering mendengar, merenung, dan belajar memahami firman Tuhan. Hari ini kita diingatkan, jika kita ingin memiliki kebahagiaan sejati, kita perlu hidup menurut firman Tuhan. Jangan hanya menjadi pendengar saja!

REFLEKSI: Mendengar dan melakukan firman Tuhan adalah seperti membangun rumah di atas batu karang yang teguh.

Mzm. 119:1-8; Kel. 22:1-15; Ibr. 9:1-12


HR, renungan Wasiat, 01.11.2018