· Masyarakat pada umumnya menilai martabat manusia ditentukan oleh
hartanya. Karena itu tidak heran, kalau sejak kecil banyak orang menanamkan
konsep, bahwa “semakin banyak harta yang dimiliki, semakin
terhormatlah seseorang di masyarakat”.
·
Seorang anak ditanya, “Kalau
sudah besar mau jadi apa?” Mau jadi
Dokter, katanya. Mengapa? Karena dokter
uangnya banyak! Anak yang lain menjawab ingin jadi konglomerat. Orangtua
mengajarkan kepada anaknya harus jadi orang pintar/pandai, agar gampang cari
uang.
·
Dari anak-anak sampai orang tua, dari orang miskin sampai orang kaya,
orang sederhana sampai yang berpendidikan tinggi, kalau bicara selalu UUD: Ujung-ujungnya Duit. Mengapa?
Karena konsep tadi, bahwa martabat manusia itu ditentukan oleh kekayaannya.
·
Ada orang yang bekerja mati-matian
tak kenal lelah dan waktu karena ingin kaya. Sudah kaya ia menumpuk kekayaannya
karena ingin tambah kaya. Orang yang pandai belajar sepandai-pndainya agar bisa
mendapat harta sebanyak-banyaknya. Tentu menjadi kaya dan menjadi orang pandai adalah hal yang baik, tapi bila hanya semata-mata untuk memupuk kekayaan belaka apa pun caranya, itulah yang harus dipertanyakan.
·
Jarang sekali ada orangtua yang mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa
mereka pertama-tama harus menjadi orang yang baik, agar apabila nanti mereka
menjadi orang yang berhasil dan kaya raya, mereka bisa membantu dan menolong
orang lain yang kesusahan.
·
Sebenarnya, orang yang memandang martabat manusia terletak pada harta,
mereka selalu dilanda kecemasan. Orang miskin cemas karena tidak mempunyai
banyak harta, orang kaya, penguasa dan orang pandai cemas karena takut
kehilangan harta. Akibatnya: mereka menyiksa diri dengan berbagai-bagai duka.
Paulus, dalam 1 Timotius 6:10, berkata: “…Akar segala kejahatan ialah cinta uang.
Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan
menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”
·
BAGAIMANA PENILAIAN KITA
SEHARUSNYA SEBAGAI ORANG KRISTEN
TERHADAP HARTA?
·
Inilah yang diajarkan oleh Firman Tuhan melalui Sang Pemazmur. PEMAZMUR
tidak mengajarkan umat Allah untuk ANTI HARTA. Dan ia juga tidak mengatakan
bahwa martabat manusia tidak lebih tinggi dengan hartanya dan tidak menjadi
lebih rendah bila tidak mempunyai harta.
·
Pemazmur dengan tegas mau menyatakan bahwa jika manusia hanya mempunyai
harta namun tidak mempunyai PENGERTIAN,
maka martabatnya akan serendah hewan. Pada ayat 21, Pemazmur berkata, “Manusia,
yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan
dengan hewan yang dibinasakan.”
·
Jadi menurut si Pemazmur, yang membuat martabat manusia itu tinggi atau
rendah bukanlah harta, tetapi pengertian. Apakah manusia dalam hidupnya
mempunyai pengertian atau tidak, itulah martabatnya. Lalu apa yang dimaksud dengan PENGERTIAN oleh
Sang Pemazmur? Apakah kepandaian akademis? Ternyata BUKAN !!!
·
PENGERTIAN yang dimaksud ialah:
Pertama, bahwa setiap
manusia tidak dapat melawan satu fase dalam kehidupannya, yaitu kematian. Siapa
pun dia; kaya-miskin, pintar-bodoh, penguasa atau rakyat jelata, semua manusia
tetap akan MATI.
Berapapun harta yang
dimiliki, atau kepandaian atau kekuasaan, KEMATIAN tidak dapat dihindari ataupun ditunda ketika saatnya tiba.
Ini berarti bahwa harta
betapapun banyaknya tidak bisa membeli hidup, apabila hidup itu diambil oleh
Yang Maha Kuasa. (baca ayat 8-11)
Kedua, ditinjau dari fase
kematian ini, manusia memang tidak berbeda dengan hewan seolah-olah kematian
memang tujuan hidupnya (12-15)
Ketiga, bahwa yang
membedakan manusia dengan hewan sehingga martabatnya lebih tinggi dari hewan adalah hubungannya dengan Allah.
Jika manusia mempunyai hubungan yang baik dengan Allah, Penciptanya, maka
kematian bukan akhir dari kehidupannya (16).
Jadi dengan pengertian ini
Pemazmur mau mengatakan bahwa MANUSIA YANG MENGABAIKAN ALLAH DALAM HIDUPNYA DAN
MENGIKATKAN DIRI SERTA BERGANTUNG PADA HARTANYA, IA BUKANLAH MANUSIA LAGI,
tetapi dapat disamakan seperti hewan yang akan binasa.
·
Bagaimana seharusnya sikap umat terhadap kekayaan?
-
Hidup manusia tidak bergantung pada harta, tetapi pada TUHAN, karena
harta adalah sementara dan mudah hilang, serta tidak dibawa mati (16-20). Karena itu
jangan cemas bila tidak memilki harta, dan jangan cemas pulsa karena takut kehilangan
harta.
-
Mensyukuri hidup dengan apa
yang ada,
yang telah Tuhan berikan melalui pekerjaan yang kita lakukan dengan
sebaik-baiknya dan tetap berusaha agar hidup menjadi lebih baik dan berkualitas dengan segala yg dilakukan.sehingga kita memuliakan Tuhan, dengan menjadi berkat
bagi sesama.
-
Belajar
menghargai seseorang bukan karena kekayaannya atau kedudukannya, tetapi karena
kemanusiaanya, bahwa ia adalah manusia yang dikasihi Allah, dimana Kristus rela
mati untuknya.
Kiranya Tuhan menolong kita untuk melakukan Firman-Nya. Amin.
Oleh: Handri Rusli, dalam Ibadah Umum GKB,
02092001